Rabu, 26 Juni 2024

4. Germany Series : Second Batch!

Second Batch : Student Exchange 2018

Aku tidak lolos seleksi student exchange itu, dan teman sekelasku, Khalid, dia lolos! ah itu... sedikit sedih, tapi tak apa. Aku masih bisa bernafas dengan baik dan ikut perkuliahan dengan baik. 
Akhir tahun itu, Khalid berangkat ke Jerman. Disaat yang sama aku sedang duduk berjibaku dengan  rapat akhir tahun kepengurusan HMJ periode itu. Di Sela-sela rapat yang kadang panas kadang dingin itu, sepintas aku terpikir apa yang dilakukan teman sekelasku itu di Jerman?. Ah rasanya ingin sekali menyusul....
Waktu bergegas begitu cepat, tidak terasa satu tahun sudah berlalu.

Akhir tahun 2018. 

Student Exchange ke Jerman kembali dibuka. Kali ini aku benar-benar ingin mendaftar dan lolos. Aku sudah sedikit lebih percaya diri lantaran sebelumnya aku sudah berhasil mengikuti kegiatan student exchange  ke Jepang pada Agustus 2018 (akan kuceritakan di batch lainnya). Nilai tambahnya kemampuan berbicara Bahasa Inggrisku jadi semakin membaik, IPK ku sudah naik dan aku sudah punya paspor! 
Aku percaya diri kali ini!
Aku mendaftar dengan cara yang sama dengan dokumen-dokumen yang tentu saja sudah aku update dan revisi. 
1. Curriculum vitae
2. Motivation Letter
3. Abstrak penelitian
4. Transkrip
5. Paspor
Pada pendaftaran di tahun sebelumnya aku belum memiliki paspor sehingga aku hanya mengumpulkan 4 dokumen terlampir. Untungnya paspor hanya dokumen opsional yang tidak wajib. 
Aku membuat semua dokumen dengan hati-hati, aku mengecek kembali semua bentuk typo dan kejanggalan penulisan lainnya. 
Semua dokumen telah siap, tinggal kirim. 
Setelah kubaca berulang-ulang, send!
Aku kirimkan semua dokumen tersebut terlampir dalam email yang ditujukan pada koordinator utama program student exchange yang dibiayai oleh Prof. Labes.
Seperti chapter sebelumnya, Let God Do The Rest. 
Beberapa hari kemudian, peserta yang lolos ke tahap interview diumumkan!
Aku Lolos! (lagi). Tapi kali ini sainganku semakin banyak. Ada beberapa teman yang dulunya belum berani mendaftar sekarang sudah berani untuk mencoba. Dan tentu saja, Khalid juga mendaftar. Ada juga beberapa adik tingkatku yang juga ikut mendaftar. 
Ahh rasanya dejavu.  Mengantri di depan ruangan Bu Kartika sambil membaca dokumenku berkali-kali yang disertai sholawat di setiap jeda aku berhenti membaca dokumen-dokumen itu. Aku coba untuk tetap tenang dan juga berlatih berbicara. Kali ini aku tidak mengabari Ulfa, teman kost ku yang dulu aku ajak untuk berlatih berbicara Bahasa Inggris. Semata-mata karena malu, tahun lalu setelah banyak berlatih dengannya pun aku tidak lolos. Tapi semoga tahun ini aku bisa lolos dan mentraktir dia bakso atau mie ayam kalau lolos nanti. Hehe
Giliranku tiba. Aku masuk, tanpa lupa aku mengetuk pintu dan mengucap salam. Dalam ruangan telah duduk 3 pengujiku, penguji yang sama dengann setahun lalu. Bu Kartika duduk di tengah, serta Bu Eva dan Bu Dwi yang duduk di samping kanan dan kirinya.
"Hello, are you ready?" Tanya Bu Eva. 
"Yes Mom" Jawabku.
"Oh.. Nuril, You were here last year right?" tanya Bu Eva mengingatkan bahwa tahun lalu aku juga lolos ke tahap interview, tapi juga gagal. hehe
"Yes I was" Jawabku sedikit malu. 
"Ahh no worries. You'll do it better now" Kata Bu Eva menyemangatiku. 
Interview dimulai. Aku menjawab sebisaku. Kurasa jawabanku sudah lebih mantap daripada jawabanku tahun lalu. Kemampuan menjawab dengan Bahasa Inggrisku juga sudah meningkat. 
Akhirnya interview selesai. Aku disilahkan untuk meninggalkan ruangan dan interview dilanjutkan pada mahasiswa berikutnya. 
Let God Do The Rest......part 2


KERETA DALAM MEMORI

Bondowoso, 26 Juni 2024

 Kereta Dalam Memori

Hamburg, Sabtu 12 Februari 2022 17.14 

Kereta, adalah pernah menjadi kendaraan yang paling ingin aku naiki. Pertama kali aku naik kereta, perjalanan Bondowoso-Banyuwangi, (kalau tidak salah ingat) yaitu waktu aku umur 5 tahun, sekitar tahun 2003, satu tahun sebelum kereta api di Bondowoso berhenti beroperasi . Ah waktu itu, gerbong kereta di Bondowoso masih beroperasi layaknya gerbong kereta di stasiun-stasiun lainnya.

Perjalanan dengan kereta api pertamaku waktu itu berlangsung sangat tidak mengasyikan. Dalam ingatan memori yang masih lekat di kepalaku adalah suasana yang sesak, kumuh, gelap. Kursinya memanjang di sepanjang tepi dinding kereta, menyisakan satu koridor panjang yang sedikit lebih lapang dari pada koridor kereta modern saat ini yang justru menjadi tempat berjualan bagi para pedagang kaki 2 waktu itu. Kursi kayu yang keras, banyak sekali orang yang tidak mendapat kursi sehingga harus berdiri layaknya di KRL jaman sekarang. Di sebelahku ada bapak-bapak setengah baya membawa seekor ayam jantan dengan kiso lusuh yang dikenakannya di ayam jantan kesayangannya (mungkin) itu. Aku tak tahan dan menangis pada ibu. 

"Ebok... aku mau turun. Perutku sakit" rengekku

"Sudah..sudah. setelah ini sampai" kata ibu membujuk. 

Aku coba untuk meredam rasa tidak enak di perutku waktu itu, aku mabuk. Aku mabuk darat untuk yang pertama kali. Perjalanan yang sangat membuatku ingin langsung pulang.

Perjalanan dilanjutkan. 

Aku semakin tidak tahan dengan semua suasana di kereta, perutku sudah tak dapat dikompromi lagi. Aku menangis sejadi-jadinya. Ibuku panik. Setelah berdiskusi dengan Bapak dan anggota keluarga lainnya, akhirnya aku dan Ibu turun di stasiun terdekat. Untungnya itu sudah sampai di Banyuwangi, meskipun belum sampai di stasiun terdekat dengan rumah kerabat kami di Banyuwangi. 

Aku turun. Sebuah mobil sedan merah menjemput kami. Kami naik ke mobil itu dan aku tertidur.

Sampai sana ingatanku berakhir. 

Satu hal yang aku ingat semasa anak-anak : Naik kereta sangat menyeramkan. 

Sampai entah pada tahun berapa tepatnya, kudengar PT KAI sudah merenovasi habis-habisan desain dan pelayanan kereta api di Indonesia. Aku belum berani naik kereta api

Sampai pada tahun 2016, aku berkuliah di Jember. Aku bertemu teman-teman dari Banyuwangi yang notabennya mereka akan pulang setiap akhir pekan dengan naik kereta. Aku tanya pada mereka apa benar kereta api sudah membaik? apa benar sudah tidak ada laki-laki separuh baya yang menggendong ayam dalam kiso?. YA! kata mereka semua baik. Kursinya empuk berderet hadap-hadapan depan dan belakang. Tidak ada lagi pedagang kaki 2 yang berseliweran keluar-masuk.

Ah aku jadi penasaran...Aku pengen naik kereta lagi!!

TAPI KEMANA? haha

Sampai tahun 2017 (mungkin), waktu itu kalau tidak salah ingat semester 3 atau 4, aku menempuh mata kuliah Kewirausahaan (KWU) yang melaksanakan pembelajaran di kebun buah naga di Banyuwangi. 

Wahhhh..Binggo! 

Kami satu kelas akan naik kereta api ke Banyuwangi, tidak tanggung-tanggung, kami akan mengambil alih 1 gerbong! keren sekali. 

Pengalaman pertama naik kereta setelah 14 tahun tidak pernah naik kereta mungkin akan terasa sangat mengasyikkan!!

Aku benar-benar begitu excited!

Ya,pengalaman pertama seringkali melekat di ingatan. Aku duduk bersama 3 temanku, satu duduk disebelahku dan 2 yang lain duduk di depanku. Aku membawa sedikit cemilan untuk dimakan saat di kereta. 

Semua persis seperti yang dikatakan oleh teman-teman, kereta api modern sama sekali berbeda dengan kereta yang aku tumpangi pada 2003 silam. Aku bahkan sampai mondar-mandir di lorong kereta mengunjungi teman-teman lainnya yang duduk di sisi lain. Aku begitu bahagia waktu itu, haha. 

Ah rasanya, rasa bahagia itu bahkan muncul dari hal-hal sesederhana itu. 

Berikutnya, aku mengalami pengalaman-pengalaman naik kereta lagi bersama teman, bersama orang tua atau sendiri. Aku pergi bepergian ke Banyuwangi, Surabaya, Malang, Jogja, Jakarta dll. Perjalanan yang terlalu panjang dengan kereta api ekonomi, misalnya ke Jakarta dapat sangat-sangat melelahkan. Ahhh... pengen turun saat itu juga rasanya ketika suntuk di kereta. 

Jember, Jumat 10 Januari 2020 17.09 (Perjalanan ke Banyuwangi untuk landing nyamuk Anopehles)


Lempuyangan, Jumat 24 September 2021 06.40 (Perjalana pulang dari Jakarta setelah membuat visa Jerman)

Perjalananku naik kereta rupanya tidak seputar melalui KAI saja. Aku juga berkesempatan menumpangi Kereta Api yang katanya tercepat di dunia, Shinkansen!!. Aku menaiki Shinkansen pertamaku di Hiroshima, Jepang saat melaksanakan student exchange pada tahun 2018. Wah itu gila, perjalanan setara jarak Jember-Surabaya hanya ditempuh dalam 1.5 jam. Itu cepat sekali!

Kursinya berderet dua-dua. Empuk. Nyaman sekali, dan tentu saja cepat sekali. Aku tidak ingin tertidur barang sedetik waktu itu, tak mau kehilangan setiap momen duduk di kereta. Bukan sembarang kereta, ini Shinkansen! Aku tak tahu kapan lagi bisa menaiki kendaraan super mewah ini, dan benar sampai hari ini aku belum pernah lagi kesana. Hehe....

Hiroshima, 6 Agustus 2018, 06.39 (Perjalanan menuju lokasi ceremonial Bom Atom Hiroshima)



Hiroshima, 6 Agustus 2018, 12.140 (Perjalanan pulan dari lokasi ceremonial Bom Atom Hiroshima)

Pengalaman lain aku dapatkan saat menaiki kereta api yang tak kalah cepat dengan Shinkansen,  yaitu kereta api di Jerman!. Aku menempuh studi S2 ku di Flensburg, kota kecil di Jerman bagian utara. Perjalanan antar kota ditempuh dengan kereta. Orang lokal menyebut stasiun dengan Bahnhof. 

Hal menakjubkannya, sebagai mahasiswa aku bisa naik kereta dengan GRATISS! dalam perjalanan antar kota di satu provinsi hehe. Hal itu sangat amat menguntungkan bagiku. Hampir setiap akhir pekan aku akan pergi berpergian ke luar kota, menjajaki setiap kota di Provinsi Schleswig-Holstein, perjalanan ke Hamburg misalnya, ibu kota  Schleswig-Holstein memakan waktu 2 jam dengan satu kali transit. Aku akan menaiki kereta RE7 ke Neumünster atau ke Rensburg. Aku hanya punya waktu 5 menit untuk turun dan berpindah ke peron kereta RE7 berikutnya untuk menuju Hamburg. Tapi saat ini sudah ada kereta Flensburg-Hamburg yang tanpa transit, hal ini sangat membantu. 

Lübeck, 29 Januari 2022, 10.26 (Perjalanan pulang dari Lübeck menuju Flensburg)

Jübeck, Sabru 29 Januari 2022, 07.30 (Perjalanan ke Lübeck dari Flensburg)

Ada satu pengalaman yang tak terlupakan ketika aku baru saja sampai di Jerman pertama kalinya. Aku turun di Bandara Hamburg dan kemudian melanjutkan menaiki kereta bawah tanah menuju Hamburg HaufBanhof (Stasiun pusat Hamburg). Kemudian setibanya di Hamburg HaufBhanhof aku dan Khalid, temanku dari Indonesia mencari rute ke Flensburg dengan berbekal bertanya dengan orang sekitar atau membaca pentujuk yang tertera di peron stasiun. Berikutnya kami menaiki sebuah kereta berwarna hitam yang rasanya super elit, dengan bangku duduk yang mewah dan saling berhadap-hadapan. Kata petugas stasiun ini benar kereta menuju Flensburg. Baiklah kami mencari tempat duduk sesuai dengan yang tertera di tiket kami yang sudah dipesankan oleh Prof. Labes. Ah aneh sekali, di tiket kami tidak ada nomor kursi seperti pada tiket KAI. Kereta yang kami naiki mulai melaju sedangkan kami belum juga duduk, masih kebingungan mencari tempat duduk.
Akhirnya kami menemukan petugas lainnya dan bertanya seraya menunjukkan tiket yang kami punya.
Dan....Alamakkk......kami salah naik kereta! haha
Kereta yang kami tumpangi memang benar akan menuju ke Flensburg, itu adalah kereta kelas eksekutif sedangkan tiket kereta yang kami punya hanya kereta kelas ekonomi. Alhasil kami harus turun segera di stasiun terdekat selanjutnya.
Kami turun.
Satu jam kemudian, kami menemukan Kereta RE7 menuju Flensburg. Kali ini keretanya tepat!

Umumnya kereta di Jerman akan datang setiap jam sekali, jadi jika ketinggalan kereta yang ingin kita naiki, kita dapat menunggu 1 jam kemudian untuk menunggu kereta dengan tujuan yang sama berikutnya. Jam perjalanan dapat lebih fleksibel. Namun, beberapa kali perjalanan kereta dapat tertunda saat ada badai atau cuaca ekstrim yang buruk.

Sekarang aku sudah jarang sekali melakukan perjalanan dengan kereta. Ah lebih tepatnya, aku jarang melakukan perjalanan jauh. Aku rindu sekali naik kereta. 

Aku rindu suara panggilan di stasiun, suara desingan rel kereta api dengan ribuan roda kereta api yang riuh dan hal terbaiknya adalah aku bisa duduk di sisi dekat jendela untuk menonton pemandangan gratis sepanjang perjalanan. Hal menyenangkan lainnya adalah aku bisa berbincang dengan orang asing yang mengasyikkan jika beruntung. Jika tidak beruntung aku mungkin hanya akan menyapa "Turun dimana Bu/Pak/Mas/Mbak?" basa-basi sekedar ingin tau kapan aku bisa mendapatkan ruang lebih untuk berselonjor di kursi mereka saat mereka turun. hehe 

Mungkin dalam waktu dekat aku ingin melakukan perjalanan kereta api dekat, sendiri. Sekedar memenuhi rindu. 

Hehe


Selasa, 25 Juni 2024

TRAGEDI KAKI UDANG

Cerita ini ditulis ulang dari cerita yang pernah saya tulis ketika saya masih duduk di bangku kuliah, tepatnya saat selesai ujian praktikum struktur hewan. Ada sedikit perbaikan kata agar lebih halus, hehe. 




 TRAGEDI KAKI UDANG

Oleh Nuril Azizah, tahun 2017


"Dup...Dup...Dup" hatiku berdegup amat kencang. Rasanya ingin saja menonaktifkan sementara kerja jantungku agar tidak membuatku berkeringat dingin seperti ini. 

Plok...Plok..Plok.... suara sepatu Tosin, si Ketua kelas. Semakin nyaring terdengar. Sejurus kemudian, dia tiba di depan kami yang sedang menunggu dengan setengah harapan kosong. Tosin tersenyum kecut sambil mengeluarkan setumpuk kertas folio bergaris dari tas yang sudah digendongnya sejak 3 tahun lalu. 

"Ini..." kata Tosin seraya menyerahkan tumpukan kertas folio itu pada kami yang tak lain adalah hasil ujian praktikum kami yang masih hangat dari para asisten praktikum. Sejurus kemudian, adegan ini menjadi riuh tak karuan, kami berebut kertas kami masing-masing. Hanya semedit kemudian sampai kami benar-benar memegang kertas masing-masing suasana menjadi sunyi. Tak ada backsound angin atau suara jangkrik yang kerap terdengar dari koridor biologi yang lokasinya nyaris tepat didepan sebuah gumuk atau bukit kecil, adegan pembagian hasil praktikum berlangsung singkat namun semua sedang menahan tegang. Beberapa mahasiswa berdecak kesal "Ahh.. kapan aku dapat nilai bagus?". Semenit kemudian, buncah suara kami dengan keributan yang tidak jelas. Entah tawa dan tangis kecewa, aku tak peduli. Aku pergi meninggalkan kerumunan. Remuk rasanya syaraf nyeri di otakku hingga rasanya mati rasa. Aku melangkah linglung tak karuan, rupanya angka 5 diatas kertas ujian ku itu mampu menguras habis konsentrasiku. 

Kulihat berulangkali kertas ujian milikku. Kulihat lekat-lekat barangkali asisten praktikum salah mengoreksi sehingga aku bisa dapat nilai tambahan. Tapi nihil. Kutatap lagi dan lagi hingga menyerah

"Ah baiklah lebih baik kututup saja" kata hatiku.

"Tunggu.." Tiba-tiba suara seseorang pecah dari balik punggungku. "Ada apa?" tanyaku heran

"Itu....." jawabannya terbata-bata. 

"Itu jawaban kamu nomor 15 salah?" tanya dia

"Iya" jawabku sambil merenggut

"Tunggu dulu. Aku rasa ada yang salah disini.Coba kamu ingat-ingat. Jelas jawabannya adalah kaki renang udang ada 5 pasang dan kaki jalan udang ada 6 pasang. Aku ingat betul hal itu" Jelas gadis itu, Zizi. 

"Benarkah?" tanyaku penuh harap. "Iya" jawabnya yakin. 

"Tapi kenapa jawabanmu disalahkan ya? punyaku juga" cerutu Zizi sambil cemberut. 

Aku hanya menggeleng tak berarti. 

"Ayo!" kata Zzi. "Kemana?" tanyaku. 

"Ayo kita komplain ke Asisten Praktikum" ajaknya. Aku ragu untuk mengikutinya. Aku tak pernah melakukan aksi komplain apapun sebelumnya. 

Sejurus kemudian kami sudah di lab zoologi untuk menemui Mas Habsyi, asisten praktikum Struktur Hewan kami. "Ada apa, dek?" tanyanya. Mas Habsyi heran melihat wajah zizi yang datang dengan wajah cemberut. 

"Mas saya mau komplain. Ini jawaban saya benar, tapi dinilai salah" kata Zizi tegas. 

"Loh, kalo jawaban kamu benar pasti saya benarkan dek" 

"Loh mas, jelas-jelas ini kaki renang udang ada 5 pasang dan kaki jalan udang ada 6 pasang. Tapi ini jawaban saya disalahkan" 

"Kaki renang udang itu ada 6 pasang dek dan kaki jalan udang ada 5 pasang"  Mas Habsyi menolak protes kami. 

"Enggak Mas, saya yakin betul kalo kaki renang ada 5 dan kaki jalan ada 6 pasang"

"Enggak dek"

"Iya.."

"Enggak" 

Terjadi sedikit perseteruan ringan tentang si kaki udang di lab zoologi sian itu. 

"Yaudah, kita buktikan sekarang", ajak Mas Habsyi untuk menghitung ulang jumlah kaki udang, Sejurus kemudian, Mas Habsyi membawa seekor udang basi yang sisa praktikum ke depan kami. 

"Ini hitung!" Mas Habsyi meminta

Zizi langsung menghitung, dimulai dari kaki renang

"1....,2.....,3.....,4 .....5.." Tittttt

"Tuh kan bener, kaki renang ada 5", ledek Zizi. Mas Habsyi tidak percaya dengan hasil perhitungan Zizi dan menghitung ulang kaki renang udang itu. 

""1....,2.....,3.....,4 .....5.."

Zizi tersenyum puas melihat Mas Habsyi kalah. 

"Jadi?"

"Oke ..iya deh, saya yang salah. Jawaban kamu benar"

Zizi bersorak gembira. Akhirnya nilainya bertambah 4 poin, yang awalnya 46 menjadi 50 dan milikku menjadi 54.  Namun apalah arti 54? tetap saja nilaiku D. Tapi Zizi terlihat sangat puas dan tidak henti-hentinya tersenyum menatap angka 46 yang dicoret dan telah tergantikan dengan angka 50. Haha


Sabtu, 11 Mei 2024

Seribu Langkah yang Belum Usai

 

Seribu Langkah yang Belum Usai
Sebuah refleksi dari perjalanan literasi yang masih diperjuangkan-

Oleh : Nuril Azizah

Sabtu, 16 Desember 2024

 


“...tanpa mimpi, orang seperti kita akan mati... -kata Arai pada Ikal dalam buku Sang Pemimpi halaman 143 karya Andrea Hirata

Mantra  ini, salah satu yang menemani saya menapaki  mimpi-mimpi saya hingga hari ini. 

Saya pernah diberkahi untuk dapat belajar di negeri orang, 11.000 mil jauhnya dari rumah. Belajar bertetangga di negeri tetangga yang bahasanya sama sekali asing untuk saya, menyentuh dinginnya salju untuk pertama kalinya atau merasakan teriknya musim panas yang bahkan jauh lebih panas dari kampung halaman saya serta melihat dedaunan mapel yang hijau berubah menjadi oranye saat musim gugur tiba. Ah.. yang paling menyenangkan, melihat hamparan bunga Crocus berwarna ungu saat musim semi tiba. Semuanya, selain berkah dari doa dan ridho orang tua serta guru, juga berkah dari sebuah novel karya Ahmad Fuadi  yang saya baca 12 tahun yang lalu, tepatnya ketika saya duduk di kelas 1 SMP. 

Saya ingat betul, ketika pendaftaran SD  tahun 2004 silam, saya hampir ditolak oleh pihak sekolah, selain karena umur saya yang masih dibawah 7 tahun, saya juga belum mampu membaca dan menghitung dengan baik dan benar. Namun, berkat Ibu saya yang membujuk dan meyakinkan bapak ibu guru bahwa saya akan lancar membaca setelah satu semester, akhirnya saya lolos juga. Belajar membaca bukanlah hal yang mudah bagi saya, saya seringkali mendapat pecutan ringan lantaran malas belajar atau malas membaca soal uraian yang panjang dan justru menjawab soal dengan asal. Alhasil saya seringkali mendapat teguran dari guru-guru. Singkat cerita, saya ingat waktu itu kelas 5 SD. Saya sedang bermasalah dengan teman sekelas dan membuat saya tidak punya teman bermain selama kurang lebih satu bulan. Alhasil saya sering menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan sekolah yang usang dan berdebu. Saya menemukan satu buku cerita pertama yang saya khatamkan saat SD, saya tidak ingat judulnya namun kisahnya tentang seorang anak yang mulai beternak saliva walet dan dijadikan sumber penghasilannya. Bagi saya itu keren sekali, untuk seukuran anak SMP, tokoh utama dalam kisah tersebut mampu membuat usaha yang menguntungkan. Sejak itu, saya mulai banyak menghabiskan waktu untuk membaca buku cerita. 

Mengingat perpustakaan sekolah saya yang usang dan berdebu, dan sebab saya tak mampu membeli buku-buku dengan uang saku saya, akhirnya saya berinisiatif pindah lapak ke perpustakaan daerah kota Bondowoso. Perpustakaannya juga tak kalah usang dan berdebu, yang menandakan jarang sekali masyarakat kota Bondowoso datang menjamah buku-buku disana. Namun koleksi bukunya jauh lebih baik dari perpustakaan di sekolah saya. Saat itu, saya sudah naik kelas 7 SMP. Saya menemukan novel pertama yang saya baca, dan menjadikan saya berani bermimpi sejauh ini. Novel karya Ahmad Fuadi, yang berjudul Negeri 5 Menara, yang merupakan buku  Trilogi dari 2 judul lainnya yang saya khatamkan setelahnya, Ranah 3 Warna dan Rantau 1 Muara. Dalam novel pertamanya ini mengisahkan seorang anak bernama Alif yang sangat brilian dan cerdas, namun melanjutkan SMA ke pesantren yang notabennya belajar agama. Namun, alih-alih menjadi kolot dan jauh dari perkembangan ilmu pengetahuan, Alif jadi banyak belajar bahasa asing, menulis, membaca kitab serta khasanah kehidupan yang lain. “Man Jadda wa Jada”, pepatah arab yang tertulis di novel itu. Siapa yang bersungguh-sungguh, maka Ia akan berhasil. Selain itu, dalam novel itu menceritakan Alif yang berkeinginan kuat untuk menjelajah dunia dengan bekal yang Ia dapat dari berbahasa asing.Hal ini yang kerap saya ingat dan menjadi panutan saya bahwa orang kecil seperti saya pun boleh bermimpi jauh dan tinggi.

Saya yang masih SMP waktu itu, sangat mudah terpengaruh dan akhirnya memutuskan untuk melanjutkan SMA di Pesantren juga. Cukup klise memang, namun hal itu yang terjadi pada saya. Saya akhirnya belajar bahasa asing, melalui percakapan sederhana dan kegiatan membaca. Selain itu, saya juga akhirnya sedikit kecanduan membaca kisah-kisah spektakuler dari penulis-penulis ternama lainnya. Saya selalu menyempatkan diri untuk datang ke perpustakaan kota maupun perpustakaan sekolah. Saya mengingat buku-buku yang asik saya baca, kisah Tambelo Kembalinya Si Burung Camar karya Redhite K, atau sekuel kisah cinta Aisyah dan Fahri dalam Novel Ayat-Ayat Cinta karya Kang Abik (Habiburrahman El Shirazy), petualangan Raib dan sahabatnya di dunia paralel  dalam sekuel Bumi karangan Tere Liye, perjalanan panjang Agustinus Wibowo di negara pecahan Uni Soviet dalam bukunya yang bertajuk Garis Batas atau bahkan sekedar koran-koran harian yang kunikmati di majalah dinding sekolah. Selain itu, saya juga banyak menyukai buku-buku sejarah, khususnya sejarah manusia purba seperti buku karangan Y.N. Harari yang berjudul Sapiens: A Brief History of Humankind, atau sejarah kebudayaan islam serta sejarah kerajaan Nusantara. Kerajaan Majapahit adalah kisah favorit yang paling saya gemari.  Dari rangkaian buku yang mencekoki isi kepala saya, saya jadi berangan untuk menjadi penulis. 

Saya awali dunia kepenulisan saya dengan menulis buku diary sejak masa SMA. Saya menyimpan semua buku diary tersebut hingga hari ini. Saat ini, jika membaca ulang tulisan-tulisan diary saya ketika masa remaja itu,  saya bisa tersenyum geli mengingat tingkah saya yang banyak gaya. Selain menulis diary, akhirnya saya juga memulai menulis cerpen-cerpen sederhana, artikel, karya ilmiah, essai dan lain-lainnya. Berkat pribadi saya yang sedikit melankolis serta latar belakang pendidikan sains yang pernah saya tempuh, saya bersama dua rekan saya pernah berhasil meraih juara esai internasional yang bertajuk Love Story in 2050, The fight against Alzheimer’s disease with CRISPR-Cas9. Is it possible?. Memang bukan hal yang sangat spektakuler, namun sangat berarti bagi perkembangan menulis saya. Belakangan ini saya mencoba untuk mengelola blog pribadi saya bertajuk pengalaman-pengalaman pribadi semasa sekolah hingga saat ini, pengetahuan sains sederhana, pembelajaran Bahasa Inggris, serta cerita bersambung. Dalam salah satu mata kuliah di program profesi guru yang saya tempuh juga memberikan ruang untuk menuliskan hasil pemikirannya dalam sebuah blog. Saya cukup senang dengan hal itu karena memberikan ruang bagi saya untuk mengasah kemampuan saya. 

Melompat ke masa kini, sore ini di beranda rumah saya, saya kembali membuka diary saya yang saya tulis 10 tahun silam saat saya SMA. Saya tuliskan besar-besar di buku itu tentang keinginan saya untuk menjadi seorang penulis buku. Perjalanan panjang yang harus saya akui bahwa saya belum memberikan cukup ruang bagi diri saya untuk mengembangkan potensi menulis saya. Hal ini terbukti hingga hari ini saya belum berhasil menulis buku. Ah, sangat disayangkan. Namun hal ini menjadi penyemangat kembali bagi saya untuk meneruskan mimpi saya itu.

 


Selasa, 06 Februari 2024

 Hari demi hari terasa makin berat. Semuanya terasa berat di pikul. Kakiku rasanya semakin berat melangkah. Hari ini aku duduk di tempat lama yang baru. Tempat duduk yang biasa aku duduki beberapa tahun silam, terasa akrab walau dengan desain yang berbeda. Aroma kampus yang basah dan hijau, serta desingan suara motor mahasiswa yang berlalu lalang. Ah aku rindu masa lalu.

Dulu waktu aku masih belasan tahun, aku pernah begitu bersemangat menjalani hidup ini. Menjalin pertemanan yang menyenangkan, luntang lantung di kampus sehari semalam walau belum mandi. Semuanya terasa menyenangkan.

Hari ini, usiaku sudah nyaris  26 tahun. Ada banyak yang berubah dari diriku, kehidupanku, kebiasaanku, teman-temanku, pekerjaanku dan banyak lagi. Pada titik ini aku ingin berhenti menjalani ini semua. Aku ingin kembali ke masa lalu. Ini cukup berat bagiku saat aku bertemu teman lama yang sudah jauh lebih sukses dariku, atau teman lama yang berada di posisi yang selama ini aku inginkan. Ah itu menyebalkan.

Aku tau ini berat Nuril, aku tau kadang rasanya kakimu seperti menapak sebuah kayu yang terombang ambing di atas banjir yang tak kunjung surut. Aku tau kamu sudah bekerja sangat keras. Kamu bangun pagi untuk kuliah, PPL, belum lagi kamu haru bekerja di sore sampai malam. Apalagi saat ini, keadaaan menjadi semakin sulit karena kamu harus membagi waktumu untuk pekerjaan freelance lainnya. Kamu bahkan melewatkan makan siang, dan makan mie instan di tengah malam. Kamu bahkan sambil mengetik di laptopmu ketika meniup mie kuah panas yang kamu makan di tengah malam itu. Aku tau ini berat untukmu. Tapi Nuril, biar bagaimanapun life must go on, it's okay.

Sampai detik ini, kamu punya akal dan berkah sehat yang luar biasa. Kamu punya orang tua yang amat sangat menyanyangimu. Kamu cerdas, kamu berbakti, kamu kuat, kamu tangguh atas semua kesibukanmu. Dimana ada orang sepertimu? biarpun hidupmu belum sesukses orang-orang atau temanmu, tapi aku menyanyangimu. Aku sangat menyanyangimu Nuril Azizah. 

Selasa, 26 September 2023

Hukum Newton 1

 

Jadi, Hukum I Newton ini menjelaskan bahwa setiap benda yang diam akan tetap diam, dan setiap benda yang sedang bergerak akan terus bergerak, selama nggak ada resultan gaya yang diberikan atau bekerja pada benda tersebut.


Saat kamu sudah mulai bergerak mengejar mimpimu, bisa jadi berhenti berlari mengejar impianmu itu masih lebih sulit daripada mengejar mimpi itu sendiri. 

Kadang, keinginan kita untuk memiliki suatu hal masih lebih besar dari hal itu sendiri.

Hari ini aku berjuang siang malam, memahami soal-soal fisika dan kimia yang dulu sangat aku tidak suka. Aku belajar sampai lupa waktu. Am I just too much? haha

Idk

Rabu, 21 Juni 2023

Hiii.... this is me

 

Aku merasa aku istimewa. Aku tetap merasa aku adalah individu yang istimewa, meski aku mengingat bahwa aku tidak secantik teman-temanku, atau tidak sepandai orang lain. Aku mengingat dengan jelas bahwa aku hanya seorang gadis 25 tahun biasa, yang saat ini sedang terdampar menjadi guru bahasa Inggris di salah satu sekolah dasar swasta di kotaku. Ya, aku pun hanya seorang guru yang biasa saja. Aku juga menjalin pertemanan yang biasa saja, tidak ada pengorbanan-pengorbanan dramatis dalam sejarah pertemananku. Aku tak punya bakat yang jelas, atau bahkan kemampuan yang biasa-biasa saja, baik dalam ilmu yang aku sukai ataupun yang sedikit aku sukai. 

Kenyataanya, aku memang biasa-biasa saja. Tapi bahkan dengan mengingat itu semua, aku masih merasa diriku istimewa. Disaat-saat terburukku, saat rasanya aku sudah tidak berhasil dalam banyak hal, aku gagal melakukan ini-itu, aku masih percaya bahwa aku akan bisa meraih mimpi-mimpi besarku. Mungkin tidak sekarang, tapi entah keyakinan dari mana itu hadir, meyakinkanku bahwa aku akan meraih mimpi-mimpi itu.

Kemampuanku memang biasa-biasa saja, tapi entah kenapa aku berani bermimpi sangat jauh tinggi.

4. Germany Series : Second Batch!

Second Batch : Student Exchange 2018 Aku tidak lolos seleksi student exchange itu, dan teman sekelasku, Khalid, dia lolos! ah itu... sedikit...